Kamis, 31 Juli 2014

Ceritaku 1

CHAPTER 2
Pesawatku akan transit di Malaysia. Transitnya ternyata lama juga, sekitar 5 jam-an mungkin ada, padahal jam telah menunjukkan pukul 9 malam waktu Malaysia. Daripada aku jenuh, aku sms-an dengan Rina sekaligus memainkan facebook. Hal yang kuduga terjadi juga. Stan yang merasa menyesal mengirim pesan melalui facebookku, isi pesannya seperti ini.

Aku minta maaf, aku tak bermaksud menyakitimu. Aku sangat ingat sekali dengan perkataan kakakmu, Icha gak bakal ngasih kesempatan kedua ataupun kesempatan ketiga terhadap orang yang telah menyakitinya meskipun dia sudah memaafkan orang itu.

Sayang.. Assalamualaikum, kamu dimana, dear? Kamu akan kembali, kan? Kembali dan menjadi istriku? Aku kan sudah pernah janji padamu kalau kita tidak akan terpisah kecuali maut yang memisahkan? Kamu ingat itu?

Sempat meneteskan air mata sambil tersenyum.
Assalamualaikum, Icha. Mungkin inilah jalan yang kamu mau, maaf mengganggumu. Aku akan jadikan ini kenangan yang termanis. Terima kasih pernah menjadi orang yang kucintai dan menghiasi hariku dengan penuh warna.

Hal yang terakhir yang Stan kirimkan adalah dia memotret cincin tunangan kita yang masih terlingkar di jarinya dan mengirimkan fotoku selama di London. Ternyata diam-diam, dia sering memotretku. Mungkin aku termasuk orang yang sangat beruntung, pernah menjadi putri dalam dongeng untuk beberapa hari.

Setelah membaca serta melihat foto yang dikirimkannya, aku langsung menghapusnya dari pertemananku, bukan aku merasa kesal tapi aku termasuk tipe orang yang gak bakal bisa lupa kalau orang tersebut masih saja bisa kulihat walaupun orang tersebut sangat jauh jaraknya denganku. Tapi foto yang telah dikirimkannya tetap kusimpan sebagai kenanganku nanti.

Handphoneku berdering, kulihat namanya. Tidak ada namanya di ponselku kali ini. Saat ku angkat.

“Hallo, Assalamualaikum. Ini dengan..?”

“Hi, Cha. Kamu harusnya berpamitan langsung denganku, jangan lewat kak Catherine.”

“(aku tak menjawab, aku terdiam dan sangat terkejut)”
Langsung ku matikan ponselku demi kebaikanku. Aku lupa ternyata saat dipesawat aku sudah menghapus nomor atau apapun itu mengenai Stan Subrata, mantan tunanganku, kecuali foto. Handphone yang awalnya untuk sms serta main facebook itu, langsung ku non-aktifkan untuk beberapa jam kedepan. Jadi, saat itu aku hanya mendengarkan lagu.
3 jam berlalu, boring  sangat. Sedih rasanya bila sendiri. Kali ini aku sadar, bahwa setiap orang memerlukan namanya kasih sayang, tapi harus ingat kasih sayang itu tidak harus dengan lawan jenis atau dalam artian tidak harus berpacaran. Selama ini aku memliki kasih sayang dari kakak serta sahabatku yang sangat kucinta.
Daripada aku diam saja, aku memutuskan untuk membeli beberapa makanan untuk dimakan sambil menunggu pesawatku yang akan datang.
30 menit makanan yang aku beli sudah ada ditangan, baru saja aku duduk di tempat yang sama saat aku duduk tadi. Suara cewek dengan loudspeaker yang sangat besar mengatakan bahwa pesawatku telah tiba. Ternyata tidak jadi 5 jam, hanya 3 jam lewatan. Dengan sangat berat hati aku memakan  cemilanku di dalam pesawat.  
Selama perjalanan aku hanya memakan cemilan yang kubeli sambil menonton acara yang kakakku produserin. Yah, di pesawat ini menayangkan acara-acara dari Singapura, Indonesia, London, Arab, dan beberapa negara lagi. Sangat canggih transportasi masa kini.
Tidak terasa ternyata aku sudah sampai di Jakarta, 1,5 jam waktu yang kuperlukan dari Malaysia hingga Jakarta. Artinya aku sampai di Jakarta sekitar pukul 11 lewat dikit-dikit.
Di Bandara Soekarno-Hatta berdiri lelaki tua memakai kacamata dan topi. Itulah Pak Suparman, gaya beliau memang sangat fashionable banget deh. “Gak pengen terlihat jadul”, itulah perkataan beliau apabila kita menanyakan mengenai gaya dari beliau.
“Bapak (sambil tersenyum dan langsung menyiumi tangan dari bapak yang sangat baik hati).”
“Iya, bagaimana selama disana? (sambil menyambut tanganku)”
“Sangat seru, pak. Aku bertemu beberapa teman dari setiap universitas yang aku kunjungi, pak.”
“Baguslah bila sudah berteman dengan orang-orang yang kamu temui disana. Lalu oleh-olehnya mana buat bapak?”
“Oleh-oleh? Maaf, pak aku lupa membelikannya. Aku tidak bawa apa-apa juga, pak.”
“Yah.. Bapak juga hanya bercanda. Kan, kamu disana belajar bukan main-main. Mari jalan.(dengan tersenyum)”
“Mari, pak.”
Ternyata Pak Suparman telah memanggil taksi untuk aku kendarai ke hotelku. Dan hal yang baru aku ketahui adalah bukan hanya aku yang ada di Jakarta, beberapa temanku dari UGM juga berada di Jakarta sekarang. Mereka datang bukan untuk menyambutku, mereka datang karena akan berdiskusi denganku mengenai fasilitas dan segala macam tentang kampus. Ide ini tercetus oleh Pak Suparman, beliau ingin agar mahasiswa bisa memiliki ide untuk mengubah kampus sebagai tempat yang sangat nyaman dan bukan tempat yang sangat mengerikan bagi setiap mahasiswa.
Aku menaiki taksi dan Pak Suparman menaiki mobil pribadinya, beliau mengikuti taksi yang kutumpangi. Beliau memang guru yang sangat super duper baik dan selalu mengerti tentang mahasiswanya. Maka dari itu beliau sudah kuanggap sebagai orangtuaku sendiri.
1 jam dari Bandara Soekarno-Hatta aku tempuh untuk dapat ke tempat peristirahatanku sementara. Tepat setelah aku menurunkan koperku, Pak Suparman berpesan padaku agar aku memberikan yang terbaik untuk semuanya, termasuk diriku. Nasihat itu akan selalu kuingat.
Sehabis aku check-in, aku memegang handphone dengan cekatan aku mengirim sms ke kakakku dan Rina memberitahukan mereka bahwa aku sudah sampai di Indonesia, dan tepatnya di Jakarta. Selama di Jakarta aku akan menginap di Atria Hotel dan Conference Gading Serpong. Menuju kamarku, kutunggu balasan dari mereka tapi tak satupun dibalas, aku berpikir mereka sudah tidur. Oleh karena itu, aku putuskan untuk beristirahat. Namun, sebelumnya aku melaksanakan shalat sunnah tengah malam dulu.

Dalam do’aku tersirat tentang kejadian yang kualami selama di London, do’a untuk kedua orangtuaku yang telah tenang dialamnya, dan untuk orang-orang yang telah menyayangi aku seperti kakakku, Rina, dan Keluarga Pak Suparman. Stan Subrata, iya nama itu.. Nama itu juga ada didalam do’aku, aku berdo’a agar kelak dia mendapatkan seseorang yang benar-benar bisa membuat dia bahagia.
Sehabis shalat sunnah tengah malam, aku langsung tidur karena kelelahan. Sebelum mataku tertutup, aku masih memikirkan hal-hal yang aneh, entah itu tentang si cowok facebook, tentang enaknya Rina bareng kakakku dan hal yang harus kukerjakan untuk kampusku.
4.30 WIB alarm dari hpku berbunyi, masih sangat ngantuk namun harus kukejar waktu karena pagi ini aku harus menemui teman-temanku. Sebelum pergi aku harus menuntaskan shalatku, ya.. tentu saja aku harus shalat subuh, masa jam segini aku harus berpergian.
Menggosok gigi, mengambil air wudhu, shalat dan berdo’a. Lagi dan lagi, kuteteskan air di pipiku.
“Ya Allah, hamba-Mu ini mengucap syukur pada-Mu. Begitu banyak kejadian yang menyenangkan, namun Kau menunjukkan sebuah kebenaran. Terima kasih, ya Allah. Hamba-Mu ini selalu meminta agar setiap orang yang selalu menjaga hamba-Mu ini diberi kelancaran dan kemudahan dalam menghadapi cobaan yang telah Kau berikan, dan yang telah membuat hamba-Mu ini menangis berikanlah sebuah hidayah, ya Allah. Satu hal lagi yang hamba inginkan agar orangtua hamba diberikan tempat yang sangat indah, ya Allah. Amin.”
Handphone yang kutaruh di atas meja berbunyi, cukup membuat diriku yang baru saja mengelap air mata kaget. Kulihat, tertulis nama Rina. Ya, Rina menelponku.
“Assalamualaikum, sayang. Kamu baru bangun tidur, ya?” Katanya
“Wallaikumsalam, gak kok. Aku baru aja shalat subuh. Emang ada apaan?”
“Yeeh, kan aku kangen padamu. Ckckckck….(tertawa kecil)”
“Hadeh, ditanya beneran juga.”
“Ihh, ini aku beneran, aku tu kangen dengan kamu, dan kamu harus cepat-cepat datang ke Singapur, ya. Aku pengen kamu berada disamping.”
“Iya, sayang. Aku bakal ke tempat kamu tapi gak hari ini. Jadwal aku masih padetttttt banget. Ohh ya, gimana dengan Lee? Kalian masih bersama, kan? Tidak ada pertengakaran, kan?” Tanyaku dengan sangat penasaran
“Mmm.. untuk itu, gimana ya?”
“Gimana apanya? Jangan bilang kalau kamu sudah putus dengan dia, aku gak mau lho saat aku datang kesana lihat kamu sendirian.”
Oh my God, gak mungkin lah. Alhamdulillah aku sama Lee masih bersama.”
“Syukur lah, sudah jalan berapa lama?”
“Kalau diitung-itung sudah ampe 2 tahun.” jawab dengan gurauan
“Alamak, baru juga, udah dibilang 2 tahun. Aku kok ampe lupa. Dimana kakakku? Jangan-jangan?”
“Apa lagi thu? Kakakmu tadi pulang dan langsung tepar dikamarnya. Bener katamu, Cha. Sam sungguh keren dan pinter. Kamu masih aktifkan di facebook? Karena aku bakal kirim foto-foto saat bersama Sam, sungguh kita berpose layaknya model. Emang cocok, aku cantik dan Sam tampan.”
“Hadeh, sudah ku tebak kamu bakal memuji dan memuja Sam. Tapi kalimatmu tadi tak bisa ku terima. Emang sih, Sam tampan dan tampak seperti model kecil tapi tidak dengan dirimu deh. He.. he.. he.. ” kataku sambil tertawa
“Iya.. iya deh. Sudahlah, kita akhiri pembicaraan sampai disini dulu. Dan saya meminta maaf atas karena saya telah mengganggu, ya. Wassalamualaikum.” jawabnya dengan nada seperti orang yang penting
“Hhmm..iyalha. Wallaikumsalam.”
Saat kulihat jam, ternyata selama 1 jam aku mengobrol dengan Rina. Padahal aku ingin sekali berbicara dengan kakakku tapi apa boleh buat, kakakku telah lelah jadi aku tidak bisa mengganggunya.
Kini waktuku hanya tertinggal 2,5 jam lagi untuk beristirahat dan lanjut untuk menemui teman-teman dari UGM. Untuk itu aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin tapi aku masih kepikiran dengan hal-hal apa saja yang akan dibicarakan. “Lebih baik aku siapkan apa-apa saja yang akan aku diskusikan bersama teman-teman selama 1,5 jam dan 1 jamnya aku istirahat (kataku dalam hati)”.
1,5 jam telah terlewati, artinya bahwa waktu untuk menyiapkan hal-hal yang akan didiskusikan sudah kulewati tinggal 1 jam lagi dan aku harus istirahat. Jam 8 pagi aku harus merapat ke Lobby hotel tempatku menginap, disitulah tempat aku akan bertemu dengan teman-teman dari UGM.  
Jam 7.15 alarmku berbunyi, tentu saja mengagetkanku dari lelapnya tidurku. Aku harus segera mandi dan ganti pakaian. Sekitar 15 menit waktu untuk mandi dan 10 menit untuk berpakaian. Yah, tepat banget aku tidak tepat waktu. Maklumlah, masih didera jet lag.
Keluar kamar hotel aku sambil melihat hp, sudah 10 sms yang masuk dan semua itu dari teman-temanku, dan isinya tertulis “Cha, kamu dimana” atau nggak ”Assalamualaikum, selamat pagi, Teri dah bangun?” beginilah orang yang belum bisa tepat waktu. Namun, semua sms itu tidak kubalas karena tidak sempat.
Sesampainya di Lobby, sudah ada 5 orang teman aku dari 9 orang. “Ohh, untunglah bukan aku yang sangat terlambat.” kataku didalam hati sambil jalan mendekati teman-teman yang telah memesan makanan dan minuman untukku dan beberapa teman yang belum datang.
“Hai.” sapaku
“Hai. Bagaimana nie yang baru aja pulang dari London? Bawa oleh-oleh gak?”
“Yah, gitu deh. Tapi maaf banget ya, aku gak bawa oleh-oleh bukan gak mau sih tapi kan kalian tahu sendiri aku kesana bukan untuk main-main.”
“Iya, iya. Gak papa, kok. Sekarang kita langsung aja ya diskusinya.”
“Tapi Fa, anak-anak yang lain kan belum datang? Kasian ntar mereka ketinggalan pembahasan kita gimana?” tanyaku ke Fanny
“Ohh.. iya sih, baiklah kita tunggu mereka dulu deh.” jawabnya yang telah siap untuk diskusi
Inilah kekeluargaan aku dan teman-teman lainnya, selain aku punya sahabat, aku juga punya banyak teman yang bisa diajak hang out bareng dan lain-lainnya. Memang sangat menyenangkan bila punya orang-orang terdekat yang bisa mengerti dan memahami kita. Aku sampe lupa, 9 orang temanku ini bernama Fanny, Gandi, Westi, Herna, Aryan, Hasna, Jeremy, Yeni dan Putu. Kita semua sering banget berkompetisi untuk bisa ngerebut hati para dosen.
Sambil nunggu Aryan, Gandi, Hasna dan Herna, aku sms kakakku. Aku sungguh merindukan kakakku, Rina, Sammy dan orangtuaku. Entah mengapa tiba-tiba aku teringat orangtuaku yang telah berada dialam lain. Aku ingat saat umurku masih 5 tahun, aku sangat dimanja, disayang sampai-sampai kakakku, Tasya menangis karena cemburu padaku. Seandainya saat itu aku ingat pesan dari orangtuaku untuk jadi sukses dulu dan tidak menerima lamaran laki-laki itu, mungkin aku tidak akan tersakiti. Pembelajaran yang sangat berharga untukku.
20 menit berlalu namun hanya ada Gandi dan Hasna yang baru saja datang. Aku memanfaatkan waktu menunggu dengan foto-foto bareng dengan teman-temanku yang sudah lama tak berteman. Tengah asik-asik memotret, hpku berbunyi.
“Maaf, ya. Kalian lanjut foto-fotonya deh make hp yang lain, ya.” sambil menuju ke toilet untuk mengangkat telepon yang masuk
“Baiklah. Tapi jangan dihapus foto-foto yang ada dihpmu.” kata Jeremy
“(hanya tersenyum)”
“Assalamualaikum?” lanjutku sesaat setelah sampai di toilet
“Walaikumsalam, maaf kakak gak bisa bales sms kamu. Karena kakak lagi make hp dari suami kakak dan hp kakak ada di suami kakak.” kakakku yang ternyata memakai hp dari suaminya
“Ohh.. gitu, ya. Gak papa kok, kak.”
“Ya. Terus adik kakak yang cantik dan pinter ini ada apa tadi sms kakak?”
“Gak ada apa-apa sih, kak. Cuman mau smsan sama kakak karena kangen banget. Dan sekarang aku sudah di Jakarta. Satu hal lagi…”
“(memotong) Jadi kamu sudah di Indo? Tapi kamu kok ke Jakarta? Bukan ke Yogya? Ada apa lagi? Masih ada pekerjaan yang belum kamu selesaikan, ya?” tanya kakak dengan penasaran
“Hmm.. kakakku, aku belum selesai bicara udah dipotong aja. Ya, aku masih ada pekerjaan. Kemarin saat aku baru nyampe di Jakarta, Pak Suparman baru memberitahukanku kalau aku harus berdiskusi dengan beberapa teman dari UGM juga tapi mereka udah ada di Jakarta.”
“Diskusi? Diskusi apaan? Kasian adik kakak yang satu ini. He he he.” dengan tertawa kecil
“Alamak, kakak ini. Sabar.. kata kakak, adik kakak yang satu ini? Emang kakak punya adik lain, ya?” candaku
“Gak, kok. Kan Rina udah kakak anggap adiknya kakak juga, sayang.”
“He he he. Cuma becanda kok, kak. Udah dulu, ya kak. Ntar kalau aku udah diskusi, aku sms kakak deh di nomor hp ini.”
“Oh.. baiklah, kakak tunggu, ya. Wassalamualaikum.”
“Wallaikumsalam.”   
Aku sangat senang bisa ditelepon dengan kakakku, karena saat ini aku benar-benar sangat merindukannya. Begitulah pembicaraanku dengan kakakku tersayang. Bagi kami berdua waktu itu bukanlah halangan, apalagi ini untuk orang yang kita sayangi. Sebenarnya, aku ingin sekali mengobrol dengan kakakku lebih lama tapi aku tidak enak dengan teman-teman yang lainnya.
“Kalian menunggu lama, ya? Maaf, ya?”
“Tidak kok, tinggal Aryan aja nie yang belum datang.” jawab Herna sambil cipika-cipiki bersamaku karena dia baru saja tiba
“Nah, ini dia orangnya. Bapak lama sekali, ya. Tancap berapa bedak, sih?” canda Putu
“Maaf, tadi tu macet banget. Kan kalian semua tahu sendiri kalau Jakarta ini gak melihat jam berapa pasti macet.” kata Aryan yang merasa bersalah
“Ya sudahlah, kita mufo dulu dong. Kan, sekarang dah lengkap orang-orangnya. Yuk!” ajak Jeremy si narsis
“Hmm.. kebiasaan lamamu tidak bisa diilangin ya, Jer.” balas Putu
“Bener juga, sih. Ini juga kan momen-momen yang sangat jarang.” kata Herna
“Sudahlah, jangan rebut gitu dong. Yuk mufo.” kataku
Beberapa menit sehabis foto-foto bareng teman-teman. Kita semua langsung serius untuk diskusi.  Diskusi kali ini buat aku sangat lelah. Mungkin ini yang sangat melelahkan dari sekian banyak diskusi yang pernah kulakukan bersama mereka. Karena kali ini mereka sungguh-sungguh banget sampai aku harus memutar otak untuk cari alasan mengapa aku tak setuju dengan mereka. Emang semuanya telah berubah lebih baik, padahal aku hanya 3 minggu tidak bertemu dengan mereka tapi mereka sudah pada pintar-pintar malah bisa dibilang lebih dari aku.
1,5 jam berlalu kita sudah menemukan kesepakatan yang sangat luar biasa. Dan aku selalu harap apapun itu hasilnya nanti, yang terpenting kita telah memberikan kemampuan kita semaksimal mungkin.
“Berarti kayak gini kan hasilnya? Semua sudah setuju, kan?” tanya Gandi
“Ya.” sahut Aryan, Putu, Herna dan aku
“Baiklah, karena kita sudah ketemu hasilnya, gimana kita habiskan makanan  yang kita anggurin?” ajak Westi
“Mmm.. kebiasaan kamu, Est.” kataku
“Emang udah kebiasaan Esti kayak gitu. Tahu gak Cha, selama kamu gak ada di kampus, dia tu selalu makan sesuka hatinya. Coba kalau ada kamu pasti badannya gak seperti ini.” canda Fanny
“Pantes, aku pikir aku salah lihat ternyata bener dugaanku, kan. Kalau udah nyampe di Yogya pasti akan aku atur lagi makananmu, Ti. Kali ini kamu puas-puasin deh makannya karena ntar di kampus kamu akan diet, sediet-dietnya.”
“Makasih, ya Cha. Thank you so much.” balas Westi sambil memelukku
“Apa? Sediet-dietnya? Apaan tu, Cha?” kata Gandi
“Makanya, Ndi, temenan dong ama Icha. Masa gituan gak tahu sih.” balas Hasna
“Heh? Apaan Na?” tanya Yeni
“Gak ada apa-apa….” kata Hasna
“(memotong) Ada kucing yang lewat.” balas Aryan
“Ihh.. apaan sih.”
“Ha ha ha.” Gandi, Jeremy, Putu tertawa terbahak-bahak
“Makanya, Na, ganti kata-kata dong masa kucing selalu lewat sih.” Herna ganggu Hasna
“Kalian ni jangan gituin Hasna dong. Tenang Na, bakal aku belain.” jawabku
“Tapi.. uane piro?” lanjutku
“Ha ha ha.” Jeremy tertawa lagi
“Ihh.. apaan sih Jer, tawa mulu. Bau kali.” kata Hasna
Itulah sedikit obrolan dari aku dan beberapa temanku. Sebenarnya masih banyak cerita yang sering aku dan teman-temanku ceritakan. Kalau mengobrol dengan teman-temanku seperti ini aku teringat pertama kali Stan mengajakku ke rumahnya dan bertemu dengan keluarganya. Mungkin kali ini aku belum bisa melupakannya, tapi aku harus lakukan.
Sehabis mengobrol panjang, kita pun putuskan untuk kembali ke tempat masing-masing dan masih banyak yang mau ke mall dan banyak juga ingin cepat pulang ke Yogya. Aku juga sudah kangen dengan Yogya, jadi aku putuskan setelah 1 minggu di Jakarta, aku akan pulang ke Yogya.
1 minggu berlalu dan semua perlengkapan sudah selesai kumasukkan. Ya, aku sudah siap untuk pulang ke Yogya. Telepon kakakku, Rina, dan Pak Suparman telah dilaksanakan jauh-jauh hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar